.

HOME :: TENTANG :: KEGIATAN :: GALERI :: ARTIKEL :: HUBUNGI :: LOGIN (gussemar99@gmail.com)::

Wednesday, August 7, 2013

Tasawuf Semar

Dalam mendefinisikan istilah tasawuf, Semar menyebut sebagai “ilmu”, artinya bahwa tasawuf adalah sebuah disiplin ilmu yang telah mapan di dalam kajian Islam. Apa Artinya Islam ? bahwa Islam terdiri atas tiga bagian penting yaitu; aqîdah, syarî’ah dan tasawuf.

Tasawuf adalah: “Shifâ’ul Qalbi, artinya membersihkan hati, pembersihan budi pekerti dari perangai-perangai yang tercela, lalu memperhias diri dengan perangai yang terpuji.” Semar tegakkan maksud semula dari tasauf yaitu membersihkan jiwa, mendidik dan mempertinggi derajat budi, menekan segala kelobaan dan kerakusan, memerangi sahwat yang terlebih dari keperluan untuk keperluan diri”. Difinisi tasawuf sebagai, “Orang yang membersihkan jiwa dari pengaruh benda dan alam, supaya dia mudah menuju Tuhan.”

Dari definisi di atas, dapatlah dilihat bahwa tasawuf menginginkan sebuah upaya yang satu yaitu; pembersihan diri atau jiwa seseorang dari perangai buruk dan dosa yang di anggap buruk oleh syari’at Islam. Oleh sebab itulah, paparan di atas sejalan dengan apa yang dijelaskan Semar ketika menasfyirkan ayat berikut ini:

قَدْاَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا. وَقَدْخَابَ مَنْ دَسَّاهَا

“Sungguh beruntung orang yang mensucikan (jiwa itu). Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya”. (QS. Asy Syams: 9-10)

Menggunakan istilah tasawuf memang menjadi perdebatan dikalangan para ulama dan ahli ilmu. Mereka terbagi menjadi golongan yang menolak sepenuhnya dikarenakan anggapan mereka yaitu dapat mengotori kemurnian Islam. Golongan yang menerimanya beranggapan bahwa ia adalah ilmu yang bersumber dari Islam itu sendiri. Meskipun Semar menggunakan istilah tasawuf, akan tetapi tasawuf yang Semar jelaskan bukanlah tasawuf sebagaimana yang difahami kebanyakan orang. Tasawuf yang dikembangkan Semar adalah tasawuf yang memiliki basis pada koridor syari’at agama (Tasawwûf Masyrû’).

Oleh sebab itulah, di dalam penilaian Semar, tasawuf tidaklah memiliki sumber lain melainkan bersumberkan murni dari Islam. Semar sangat menekankan keharusan setiap individu untuk melakukan pelaksanaan tasawuf agar tercapai budi pekerti yang baik.

Semar mendasarkan konsep tasawufnya ini pada kerangka agama dibawah pondasi aqîdah yang bersih dari praktek-praktek kesyirikan, dan amalan-amalan lain yang bertenangan dengan syari’at. Sebab bagaimanapun juga Semar benar-benar menyadari bahwa tasawuf yang telah menjadi ilmu tersendiri ini, pada perjalanannya mendapatkan pencemaran dari pandangan hidup lain, dan tak jarang bagi para pelakunya terjerumus pada praktek-praktek yang tidak di syari’atkan oleh Islam. Karena kita tidak dapat memungkiri bahwa ajaran asli itu (tasawuf) di zaman akhir sudah banyak dicampuri, kalau tidak boleh dikatakan dikotori oleh pengaruh yang lain itu.” Keadaan ilmu tasawuf yang diterima oleh sebagian besar muslim di negeri ini telah mendapat percampuran dengan hikayat, dongeng-dongeng, serta pemahaman dan keyakinan-keyakinan lain terutama dari agama nenek moyangnya.

Dalam proses menuju makrifat sebagai puncak kebahagiaan para pelaku tasawuf (kedekatan yang intens kepada Alloh), di mana tasawuf menjembatani hal itu, maka Semar menjelaskan bahwa secara umum ilmu tasawuf menawarkan trilogi konsep sebagai pencapaian kearah itu di antaranya; takhalli, tahalli, dan tajalli. Takhalli, yaitu sebuah usaha pembebasan diri dari sifat-sifat tercela, sementara tahalli, ia sebagai usaha untuk mengisi dan berhias diri dengan sikap-sikap terpuji dan tajalli merupakan penghayatan rasa ketuhanan atau dalam istilah Semar “Kelihatan Alloh di dalam hati. Bukan di mata, tapi terasa di hati, bahwa Dia ada.”
Tasawuf yang ditawarkan Semar berdasar pada prinsip tauhid, bukan pencarian pengalaman mukasyafah. Jalan tasawufnya dibangun lewat sikap zuhûd yang dapat dirasakan melalui peribadatan resmi. Penghayatan tasawufnya berupa pengamalan taqwa yang dinamis, bukan keinginan untuk bersatu dengan Tuhan (unitive state), dan refleksi tasawufnya berupa penampakan semakin tingginya semangat dan nilai kepekaan social-religius (sosial keagamaan), bukan karena ingin mendapatkan karâmah (kekeramatan) yang bersifat magis, metafisis dan yang sebangsanya.

Keberadaan tasawauf adalah semata-mata hendak menegakkan prilaku dan budi manusia yang sesuai dengan karakter Islam yang seimbang atau menurut bahasa “i’tidal”. Untuk itulah, manusia dalam prosesnya mesti mengusahakan benar-benar kearah terbentuknya budi pekerti yang baik, terhindar dari kejahatan dan penyakit jiwa atau penyakit batin.

“Budi pekerti jahat adalah penyakit jiwa, penyakit batin, penyakit hati. Penyakit ini lebih berbahaya dari penyakit jasmani. Orang yang ditimpa penyakit jiwa akan kehilangan makna hidup yang hakiki, hidup yang abadi. Ia lebih berbahaya dari penyakit badan. Dokter mengobati penyakit jasmani menurut syarat-syarat kesehatan. Sakit itu hanya kehilangan hidup yang fana. Oleh sebab itu hendaklah dia utamakan menjaga penyakit yang hendak menimpa jiwa, penyakit yang akan menghilangkan hidup yang kekal itu.”

Bahwa penyakit yang paling berbahaya bagi jiwa ialah mempersekutukan Alloh dengan yang lainnya. Termasuk juga mendustakan kebenaran yang dibawa oleh Rasul, atau memiliki sifat hasud, dengki kepada sesama manusia, benci, dendam, sombong, angkuh dan lain-lain. Maka seseorang yang beriman hendaknya ia mengusahakan pembersihan jiwa dari luar dan dalam, dan janganlah mengotorinya. Sebab, kekotoran itulah yang justeru akan membuka segala pintu kepada berbagai kejahatan besar.

Jalan tasawuf ialah merenung ke dalam diri sendiri. Membersihkan diri dan melatihnya dengan berbagai macam latihan (riadhatun nafs), sehingga kian lama kian terbukalah selubung diri dan timbullah cahaya yang gemilang.” Kehidupan bertasawuf tidaklah seperti yang digambarkan oleh para sufi pada umumnya, hingga melemahan gerak manusia. ”Kehidupan rohani dapat dipegang oleh seseorang walaupun tidak masuk Biara kalau dia Nasrani, atau tidak masuk suluk kalau dia muslim. Kehidupan rohani adalah keinsafan, bahwa alam ini bukanlah semata-mata terdiri dari benda. Pendirian kerohanian ini bukanlah mengakibatkan lemah perjuangan hidup. Atau menyelisih dari jalan masyarakat, lalu melarikan diri ketempat sunyi dan gunung, atau putus asa dan benci kepada kehidupan. Tetapi pendirian kerhohanian, dan pengakuan tulus tentang kuasa Illahi adalah menimbulkan kesungguh-sungguhan dalam segala pekerjaan yang di hadapi. Menimbulkan semangat yang dinamis dan berapi-api. Menyebabkan timbunya ikhlas dan jujur.